Jumat, 17 Juli 2009

Adab Wanita Untuk Keluar Rumah dan Tampil Di Muka Umum

Kalaulah ada pihak yang memberikan sedikit kebebasan bagi wanita untuk keluar
dan bekerja di luar rumah, maka tetaplah harus dengan memperhatikan dan menjaga batas-batas atau adab Islam, yaitu tidak ikhtilath (berbaur antara lelaki dan perempuan), tidak membuka aurat, tidak kholwah (berdua dengan lelaki) dan terhindar dari fitnah.

Dalam kondisi normal, yang seharusnya tampil didepan umum yang terdiri dari kaum lelaki dan kaum wanita adalah orang laki-laki. Dalam kondisi tertentu, yakni adanya kebutuhan obyektif baik dalam sekala umum atau dalam ruang lingkup khusus dan tidak ada yang dapat melakukannya selain wanita yang bersangkutan, ia boleh tampil didepan umum untuk menyampaikan da’wah atau memberikan pelajaran dengan memperhatian ketentuan-ketentuan Islam, yaitu:

1. Mengenakan Pakaian yang Menutup Aurat

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-oarang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh
mereka”(QS Al Ahzaab 27)

2. Tidak Tabarruj atau Memamerkan Perhiasan dan Kecantikan

Janganlah memamerkan perhiasan seperti orang jahiliyah yang pertama” (QS Al Ahzaab 33)

3. Tidak Melunakkan, Memerdukan atau Mendesahkan Suara

“Janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melunakkan dan memerdukan suara atau sikap yang sejenis) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”
(QS Al Ahzaab 32).

4. Menjaga Pandangan.

“Katakanlah pada orang-orang laki-laki beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya
……..”(QS An Nuur 30-31)

5. Aman dari Fitnah .

Hal ini sudah merupakan ijma’ ulama.

6. Mendapatkan Izin Dari Orang Tua atau Suaminya

Ini adalah yang paling sering luput dari perhatian para muslimah terutama aktifis dakwah. Sebab sekali mereka ikut terjun dalam dunia aktifitas rutinitas, maka seolah-olah izin dari pihak orang tua maupun suami menjadi hal yang terlupakan. Padahal izin adalah hal yang perlu didapatkan dan tidak bisa disepelekan begitu saja.

Disinilah sebenarnya masalah itu berpangkal. Bila wanita itu melihat atau menangkap adanya gejala yang demikian, yaitu ada kecendrungan jadi bahan `tontonan` laki-laki, misalnya dengan rebutan duduk di depan, maka bisa saja disiasati dengan membuat kursi-kursinya agak jauh dari meja dosen. Atau barangkali meminta agar dilakukan rolling tempat duduk agar mereka tidak selalu duduk di depan. Atau bisa juga mahasiswa laki-laki dan wanita di tempatkan terpisah disebelaha kanan dan kiri, lalu dosen wanita itu duduk di bagian mahasiswa wanita.

Jadi sebenarnya tergantung dari bagaimana kemampuan seorang wanita (akhwat) dalam mengatur semua syarat.

0 komentar: